TIMES MOROTAI, MOROTAI – Pemerhati Kelautan dan Perikanan Maluku Utara, Yoppy Jutan, mengusik langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Menteri KP RI), Sakti Wahyu Trenggono, karena dinilai tergesa-gesa meresmikan dan menetapkan pelabuhan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Daeo Majiko Morotai sebagai Pelabuhan Perikanan, pada Senin (28/4/2025).
Menurut Yoppy, peresmian boleh dilakukan namun menetapkan pelabuhan tersebut sebagai Pelabuhan Perikanan Morotai merupakan kekeliruan yang fatal karena masih sangat jauh dari fungsi idealnya.
"Saya lihat agendanya, peresmian Pelabuhan Perikanan, tetapi sarana pokok pelabuhannya belum ada. Suatu pelabuhan idealnya harus tersedia sarana pokok dan sarana fungsional. Tetapi di Daeo Majiko belum tersedia dermaga sebagai sarana pokok tempat tambatan kapal perikanan, sewajarnya belum bisa di nyatakan Pelabuhan Perikanan secara legal karena belum terpenuhi sarana pokoknya," tegas jebolan Doktor Unpati Ambon ini, Selasa (29/4/2025).
Pendiri dan Dosen di Universitas Halmahera Utara (Uniera) dan Universitas Hein Namotemo (Unihena) Halmahera Utara ini, sangat mengkhawatirkan nasib pelabuhan tersebut bakal menjadi mubazir, bila nanti tidak dapat difungsikan secara maksimal. Pasalnya, masih terdapat banyak kekurangannya yang harus segera dilengkapi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI).
"Buat apa diresmikan dan ditetapkan sebagai Pelabuhan Perikanan jika belum tersedia sarana pokoknya, Kapal ikan terutama berbobot di atas 30-50 GT melakukan aktivitas bongkar muat ikan di situ belum bisa. Sementara tujuan membangun agar menjadi pusat kegiatan perikanan, tempat berlabuh dan bertambat kapal perikanan besar, tempat pendaratan ikan, serta tempat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan nelayan," sodoknya.
"Untuk itu, harapannya KKP RI segera membangun sarana pelengkap tersebut. Selayaknya, dibangun secara keseluruhan terlebih dahulu baru diresmikan, agar aset megah berspesifikasi khusus di Daeo Majiko itu tidak menjadi mubazir, sebaliknya harus menjadi sarana pengungkit ekonomi daerah perbatasan seperti Pulau Morotai," timpalnya.
Diutarakan mantan Kadis Perikanan Halmahera Utara dan Pulau Morotai ini, kalau pemerintah bertujuan mau kejar perputaran dan volume pendaratan ikan dari kapal kapal besar, maka harus ada sarana dermaga sebagai fasilitas pokok Pelabuhan Perikanan.
Menurutnya, aset mewah yang telah dibangun oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) ini harus berimbang dengan volume penjualan agar sama-sama bisa untung.
"Bila KKP RI tidak segera melengkapi fasilitas pokok Pelabuhan Perikanan, maka jangan heran kalau selama ini kapal kapal besar lain yang tangkap tuna semuanya dibawa ke industri di Bitung. Kita tidak bisa menyalahkan, karena fasilitas kita belum lengkap, sehingga bahan baku yang diproses di Morotai masih sangat minim," jelasnya.
Ia menyebutkan, per tahun volume bahan baku tuna utuh hanya berkisar di angka rata-rata 1.500 ton, sedangkan di Bitung untuk satu pabrik pengolahan saja bisa di atas 2.000-4.000 ton.
Diketahui, sarana pokok Pelabuhan Perikanan meliputi fasilitas pelindung seperti pemecah gelombang (breakwater), turap (revetment), dan jetty, serta fasilitas tambat seperti dermaga, tiang tambat, dan pelampung tambat. Fasilitas lainnya meliputi kolam pelabuhan dan alur perairan, fasilitas ini telah dimiliki Pelabuhan Perikanan Kota Bitung, Sulawesi Utara.
Fasilitas pelindung, antaranya Pemecah Gelombang untuk melindungi area pelabuhan dari dampak gelombang laut. Turap: untuk menahan tanah dan mencegah erosi di tepi pelabuhan. Jetty adalah jembatan yang menjorok ke laut, digunakan untuk tambat kapal dan bongkar muat barang.
Sementara Fasilitas Tambat terdiri dari Dermaga: tempat kapal bersandar dan berlabuh untuk bongkar muat. Tiang Tambat: digunakan ikat kapal saat berlabuh dan pelampung tambat: digunakan untuk mengikat kapal saat berlabuh. Serta fasilitas lainnya adalah kolam pelabuhan: area perairan yang terlindung untuk kapal berlabuh. Alur perairan: saluran yang menghubungkan kolam pelabuhan dengan laut lepas, digunakan untuk jalur pelayaran. (*)
Pewarta | : Abdul Halil Husain |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |