TIMES MOROTAI, MOROTAI – Kebijakan luar negeri (LN) acap kali mengalami fluktuasi sehingga mempengaruhi tarif dan volume kuota ekspor Indonesia secara signifikan, termasuk ekspor tuna loin Morotai produk PT Harta Samudra ke beberapa negara tujuan pada kuartal pertama di tahun 2026.

Dampak dari kebijakan luar negeri ini bukan hanya menurunkan permintaan buyer, tetapi juga dapat mempengaruhi langsung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemkab Pulau Morotai yang bersumber dari retribusi Pungutan Hasil Perikanan (PHP) bila volume ekspor PT Harta Samudra kena pembatasan. 

Soal informasi adanya pembatasan volume kuota ekspor ke beberapa negara tujuan pada awal tahun 2026 dibenarkan Direktur PT Harta Samudra Morotai, I Made Malihartadana, saat dikonfirmasi TIMES Indonesia pada Senin (29/12/2025). 

"Iya benar, pada awal tahun 2026 ekspor tuna loin Morotai produk PT Harta Samudra kena pembatasan kuota ekspor. Biasanya kami sekali ekspor 5-6 kontainer, pada awal tahun 2026 dikurangi hanya bisa dua kontainer sesuai permintaan buyer di negara tujuan," ungkapnya. 

Ketika ditanya apa penyebabnya,  lelaki kelahiran Tabanan Bali ini mengatakan, biasanya kebijakan luar negeri terjadi karena adanya penumpukan produk, ekonomi ke Amerika belum stabil, dan perang dagang sehingga mempengaruhi penambahan ekspor. 

I Made menambahkan, kondisi tersebut biasanya terjadi di setiap awal tahun. Namun, ia berharap pada kuartal kedua 2026 dan selanjutnya pengiriman bisa normal kembali. PT Harta Samudra mencari solusi lain, yakni menambah jenis produk tuna loin agar bisa menyasar pasar Jepang dan Korea pada tahun 2026.

"Makanya kita harus mencari buyer tujuan negara lain lagi. Mudah-mudahan di tahun baru, pabrik baru, buyer baru, sehingga peningkatan hasil produksi nelayan jadi meningkat dan negara tujuan ekspor  juga makin lancar. Tahun 2026, kami bidik pasar tujuan Jepang dan Korea, semoga bisa berjalan lancar," terangnya. 

PT Harta Samudra selain menjadikan tuna loin Morotai sebagai produk unggulannya, ternyata perusahan pengolahan ikan tuna terkemuka di Indonesia ini juga merupakan penyumbang PAD sektor perikanan terbesar sejak mulai beroperasi di Morotai pada tahun 2018 hingga 2025.

Sesuai data yang dihimpun TIMES Indonesia dari DKP Pulau Morotai, PT Harta Samudra menyumbang kurang lebih 80 persen dari total PAD sektor perikanan yang diterima pemerintah daerah selama ini, baik itu dari sewa bangunan dan mobil milik daerah, serta retribusi PHP ekspor. Sisanya dari PT MMC dan perusahaan lain yang beroperasi di Desa Tiley, Morotai Barat. 

"Iya benar PT Harta Samudra adalah penyumbanh PAD terbesar di sektor perikanan," ungkap Iqbal, staf DKP Pemkab Pulau Morotai. 

Berikut tabel capaian PAD DKP Kabupaten Pulau Morotai sejak tahun 2018 hingga 2025: Tahun 2018 jumlah PAD Rp 1.077.769.179, tahun 2019 jumlah PAD Rp 1.401.244.530, tahun 2020 jumlah PAD Rp 802.439.100, tahun 2021 jumlah PAD Rp 998.807.000, tahun 2022 jumlah PAD Rp 1.046.499.250, tahun 2023 jumlah PAD Rp  1.768.080.908, tahun 2024 jumlah PAD Rp 1.297.718.600 dan tahun 2025 jumlah capaian PAD Rp  2.055.928.100.

"Poin poin yang dapat disimpulkan dari data tersebut adalah total PAD tertinggi tercatat pada tahun 2025 dengan nilai Rp 2.55.928.100 dan total PAD terendah tercatat pada tahun 2020 dengan nilai Rp 802.439.100.  Sehingga terdapat tren kenaikan signifikan dari tahun 2022 ke 2023, dan dari tahun 2024 ke tahun 2025. Data menunjukan fluktuasi tahunan, namun secara keseluruhan menunjukan peningkatan PAD dari tahun 2018 hingga 2025," jelas Kepala DKP John Tiala. (*).